BANDA ACEH – Muhammad Haikal, Ketua Baitul Mal Aceh, dalam pembukaan Program Pembinaan Muallaf FDP ke-18, menyampaikan bahwa Baitul Mal terus berkomitmen menyalurkan dana untuk program pemberdayaan masyarakat.
Program ini mencakup pemberdayaan ekonomi, kesehatan seperti pengadaan kaki palsu, serta pembinaan dan pemberdayaan muallaf.
Menurut Haikal, muallaf memiliki golongan khusus dalam zakat, sehingga Baitul Mal Aceh bekerja sama dengan mitra yang kompeten dalam pembinaan ini, baik dari aspek pelaksanaan, pencatatan, maupun pelaporan.
“Kami berharap kerja sama antara Baitul Mal Aceh dan Forum Dakwah Perbatasan (FDP) dapat terus berkembang secara profesional dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat,” katanya.
Ketua Forum Dakwah Perbatasan, dr. Nurkhalis, menjelaskan bahwa Program Pembinaan Muallaf telah dimulai sejak 2021. Hingga angkatan ke-18, program ini telah membina lebih dari 200 muallaf. Pembinaan dilakukan dalam tiga tahap.
Tahap pertama berlangsung selama 45 hari di Banda Aceh, berfokus pada pengajaran dasar-dasar ajaran Islam menggunakan buku panduan dari BAZNAS. Tim pengajar terdiri dari FDP, ulama dari dayah sekitar, serta MPU Aceh dan MPU Aceh Besar.
“Model pembinaan ini dinilai efektif karena durasi dan hasil yang dicapai, di mana peserta mampu melaksanakan ibadah dasar seperti thaharah, salat, memahami akidah Islam, serta membaca ayat-ayat pendek Al-Qur’an,” ucapnya.
Setelah Baitul Mal Aceh terlibat langsung dalam pendanaan, jumlah peserta per angkatan meningkat dari sebelumnya 10–15 orang menjadi 22 orang. Wilayah asal peserta juga semakin luas, dari sebelumnya hanya Subulussalam-Singkil, kini menjangkau muallaf dari Sumatera Utara.
“Sebagai contoh, satu keluarga dari Lae Garut, Kabupaten Karo, baru saja memeluk Islam dan langsung mengikuti pembinaan. Dua anggota keluarga lainnya juga berencana bergabung di angkatan berikutnya,” ujar Nurkholis.
Muallaf yang telah menyelesaikan tahap pertama akan kembali ke daerah asalnya untuk melanjutkan tahap kedua. Pada tahap ini, mereka mendapat kunjungan dari dai melalui program “home visit.”
Setiap keluarga muallaf akan menerima 18 kali pertemuan guna memastikan kelanjutan pembinaan, sehingga mereka dapat hidup sebagai Muslim yang taat, menjaga kebersihan, dan terus meningkatkan pengetahuan tentang Islam.
Tahap ketiga dikhususkan bagi muallaf yang memiliki kecerdasan tinggi, kemampuan berbicara di depan umum, serta pengalaman sebelumnya sebagai pelayan di tempat ibadah agama lain.
Mereka akan dilatih menjadi dai untuk menyebarkan Islam di kalangan komunitasnya. Untuk mendukung keberlanjutan program ini, FDP bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja guna memberikan pelatihan keterampilan hidup bagi alumni tahap dua dan tiga.
“Tujuannya adalah agar mereka memiliki bekal untuk mandiri, terutama karena banyak dari mereka mengalami pengucilan akibat perbedaan keyakinan,” ungkapnya.
Pada acara pembukaan ini, hadir pula Ketua Dewan Dakwah Aceh, Prof. Muhammad, yang memberikan apresiasi kepada Tim FDP atas dedikasi mereka dalam menyampaikan risalah Islam dan membina muallaf.
Ia menekankan pentingnya pembinaan lanjutan, mengingat pengalaman masa lalu di mana banyak muallaf kembali ke agama sebelumnya karena kurangnya pendampingan. Ia juga menggarisbawahi bahwa dakwah lebih efektif jika dilakukan oleh individu dari komunitas yang sama.
FDP berkomitmen memperluas dakwah hingga ke perbatasan negara. Pada 2024, FDP telah mengirim hewan kurban ke Muslim Champa di Kamboja. Baru-baru ini, seorang warga negara Tiongkok juga bersyahadat di Aceh dengan bimbingan tim FDP.
Acara pembukaan program yang dilaksanakan di Gedung Serbaguna Dewan Dakwah pada 13 Januari ini berjalan lancar dan dihadiri oleh berbagai lembaga terkait. Semangat dakwah diharapkan terus berkembang untuk mengatasi tantangan, baik di kota maupun wilayah perbatasan. (*)