JAKARTA – Jumlah kecelakaan kerja dilaporkan terus mengalami peningkatan. Hingga Oktober 2024, total kasus kecelakaan kerja tercatat telah melampaui angka 350.000.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyoroti sejumlah tantangan dalam implementasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Hal ini ia sampaikan saat memimpin Apel Pencanangan Bulan K3 Nasional 2025 di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Batang, pada Selasa (14/1/2025).
“Selama tiga tahun terakhir, kasus kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja (PAK), terus menunjukkan tren kenaikan. Pada 2022, terdapat 298.137 kasus kecelakaan kerja. Angka ini meningkat menjadi 370.747 kasus pada 2023, dan hingga Oktober 2024 telah mencapai 356.383 kasus,” ungkap Yassierli.
Ia menegaskan pentingnya memperkuat upaya membangun budaya K3 untuk menekan angka kecelakaan kerja. Menurutnya, upaya ini harus menjadi prioritas nasional.
Yassierli juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam mendukung penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3).
Hal ini selaras dengan tema Bulan K3 Nasional 2025, yaitu “Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia dalam Mendukung Penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) untuk Meningkatkan Produktivitas Nasional”.
“Tema ini mendukung visi besar Presiden Prabowo Subianto dalam menciptakan Indonesia yang berdaulat, maju, dan sejahtera melalui pembangunan manusia yang unggul dan produktif,” ujarnya.
Ia menambahkan, membangun budaya K3 adalah proses panjang yang memerlukan perubahan pola pikir, penguatan kapasitas, serta pembentukan sistem yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Bulan K3 Nasional harus dimanfaatkan untuk merefleksikan langkah-langkah strategis yang akan diambil ke depan.
Lebih lanjut, Yassierli menyebutkan bahwa perubahan demografi tenaga kerja, perkembangan teknologi, dan tuntutan global menciptakan risiko baru yang perlu diantisipasi.
“Perubahan ini menghadirkan tantangan, seperti meningkatnya penggunaan bahan kimia dan energi alternatif, seperti LNG dan hidrogen. Jika risiko ini tidak dimitigasi dengan baik, dampaknya bisa besar, termasuk meningkatnya biaya kesehatan, menurunnya kualitas hidup pekerja, dan kerugian produksi,” jelasnya.
Ia menegaskan, penerapan SMK3 yang baik dan menjadikannya budaya kerja, bukan sekadar kewajiban administratif, adalah kunci untuk menghadapi tantangan ini.
“Setiap institusi atau perusahaan harus mengembangkan tiga budaya K3. Pertama, budaya pemimpin yang tidak mudah menyalahkan pekerja (just culture). Kedua, budaya pelaporan insiden K3 (reporting culture). Ketiga, budaya perbaikan sistem kerja secara berkesinambungan (learning & improving culture),” paparnya.
Menurutnya, penerapan budaya K3 yang efektif akan meningkatkan kepedulian pekerja terhadap keselamatan kerja, partisipasi aktif dalam menjaga lingkungan kerja, serta memastikan keandalan sistem produksi. (*)
Sumber: CNBC Indonesia