JAKARTA – Inflasi Indonesia secara bulanan diperkirakan akan meningkat pada Desember 2024, sejalan dengan tingginya permintaan barang dan jasa menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Namun, jika dilihat secara tahunan, inflasi pada Desember 2024 berpotensi mencatat rekor terendah sepanjang sejarah. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Desember 2024 pada Kamis, 2 Januari 2025.
Hasil konsensus pasar yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 13 lembaga memproyeksikan Indeks Harga Konsumen (IHK) akan mengalami kenaikan bulanan (month to month/mtm) sebesar 0,47%. Sementara itu, inflasi tahunan (year on year/yoy) diperkirakan mencapai 1,61%.
Proyeksi lainnya menunjukkan bahwa inflasi inti pada Desember 2024 diprediksi sebesar 2,29% (yoy), naik sedikit dibandingkan angka pada November yang berada di level 2,26%.
Sebagai informasi, inflasi pada November 2024 tercatat sebesar 0,30% (mtm) dan 1,55% secara tahunan. Jika inflasi bulanan Desember mencapai 0,47% sesuai konsensus, maka angka tersebut menjadi yang tertinggi sejak Maret 2024.
Inflasi 2024, Rekor Terendah?
Indonesia menggunakan inflasi Desember secara tahunan (yoy) sebagai acuan untuk inflasi sepanjang tahun. Artinya, jika inflasi Desember 2024 mencapai 1,61%, maka angka itu juga akan menjadi inflasi sepanjang tahun 2024. Ini akan menjadikan inflasi 2024 sebagai yang terendah dalam sejarah Indonesia.
Sebagai pembanding, inflasi terendah sebelumnya tercatat pada tahun 2020, yakni sebesar 1,68%. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya inflasi 2024 di antaranya adalah melemahnya daya beli masyarakat dan stabilnya harga bahan pangan utama setelah sempat melonjak pada tahun 2022 dan 2023.
Indonesia bahkan mencatat deflasi selama lima bulan berturut-turut (Mei-September 2024), kondisi yang belum pernah terjadi sejak tahun 1999. Periode deflasi ini bahkan lebih panjang dibandingkan saat awal pandemi COVID-19 pada 2020 yang berlangsung tiga bulan berturut-turut.
Penurunan harga bahan pangan, terutama beras, menjadi salah satu penyebab utama deflasi tersebut. Harga beras mengalami penurunan signifikan akibat normalisasi pasokan setelah lonjakan harga pada tahun 2022 dan 2023 yang dipicu oleh gangguan pasokan global akibat perang serta fenomena La Nina dan El Nino.
Dampak bagi Pemerintah
Inflasi rendah pada tahun 2024 membawa dua sisi. Di satu sisi, ini menjadi kabar baik karena harga yang terkendali bisa mendorong peningkatan konsumsi masyarakat.
Namun, di sisi lain, rendahnya inflasi juga bisa menjadi indikator melemahnya daya beli masyarakat, yang menjadi tantangan bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Nataru dan BBM
Berbeda dengan inflasi tahunan, inflasi bulanan pada Desember 2024 diperkirakan akan meningkat signifikan. Kepala Ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman, menyatakan bahwa kenaikan inflasi pada Desember dipicu oleh naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi, tiket pesawat, serta sejumlah bahan pangan.
“Harga minyak goreng, daging, telur, cabai, bawang, dan sayuran turut mendorong inflasi. Selain itu, harga emas juga menjadi salah satu faktor pemicu,” ujar Juniman kepada CNBC Indonesia.
PT Pertamina (Persero) telah menaikkan harga BBM non-subsidi per 1 Desember 2024. Harga BBM jenis Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex mengalami kenaikan, sementara harga Pertamax (RON 92) dan Pertamax Green (RON 95) tidak berubah.
Pada Desember 2024, harga Pertamax Turbo di Jakarta naik menjadi Rp13.550 per liter dari sebelumnya Rp13.500. Dexlite naik dari Rp13.050 menjadi Rp13.400 per liter, sementara Pertamina Dex naik dari Rp13.440 menjadi Rp13.800 per liter.
Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail, menambahkan bahwa kenaikan inflasi Desember sejalan dengan pola historis. Biasanya, inflasi di Indonesia meningkat pada periode Ramadhan dan menjelang Nataru, ketika permintaan barang dan jasa melonjak.
Senada, Kurniawati Yuli Ashari, Ekonom Senior PT Bank Syariah Indonesia (BSI), mengatakan bahwa peningkatan permintaan selama libur akhir tahun menjadi faktor utama naiknya inflasi inti pada Desember 2024.
“Inflasi kelompok volatile diperkirakan meningkat, khususnya pada komoditas seperti telur ayam ras dan cabai merah,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia.
Data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) menunjukkan bahwa rata-rata harga cabai merah melonjak 29% menjadi Rp42.734/kg, sementara harga cabai rawit naik 15% menjadi Rp49.015/kg. Harga daging ayam, minyak goreng, dan telur ayam juga mengalami kenaikan masing-masing sebesar 2%, 1,73%, dan 5%. (*)
Sumber: CNBC Indonesia