BANDA ACEH – Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Aceh mencatat kinerja fintech peer to peer lending (pinjaman online) yang terdaftar dengan identitas nasabah dari Aceh sebesar Rp 1,83 triliun sejak pinjaman online diizinkan.
Nilai tersebut tergolong fantastis dan mengejutkan. Apalagi, belum diketahui pinjol tersebut beroperasi secara syariah atau tidak.
Direktur Utama Bank Aceh Syariah, Muhammad Syah mengatakan, kehadiran P2P lending atau pinjol merupakan sesuatu yang tak terhindarkan di tengah digitalisasi layanan transaksi keuangan saat ini.
Namun di sisi lain, sebagai bank daerah yang menjalankan fungsi intermediasi secara syariah, ia akan terus melakukan penetrasi pasar untuk mempermudah masyarakat mendapatkan fasilitas pembiayaan.
“Selain melalui KUR, saat ini kami terus melakukan pengembangan produk untuk mempermudah aksesibilitas masyarakat yang ingin mendapatkan fasilitas pembiyaaan secara syariah, di antaranya laku pandai ActionLink maupun Gerai UMKM Bank Aceh,” ujarnya.
Kehadiran kedua layanan tersebut dikatakannya untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah bagi masyarakat Aceh, juga sebagai sarana untuk mencegah pinjol ilegal yang kerap merugikan masyarakat.
“Risiko yang ditimbulkan sangat merugikan nasabah yang menikmati fasilitas pinjol tersebut seperti denda dan beban yang bertambah akibat terjadi tunggakan pembayaran,” ujarnya.
Tidak bisa dipungkiri memang kehadiran pinjol yang memberikan persyaratan pinjaman yang lebih mudah sehingga menjadi pilihan masyarakat.
“Selain jaringan kantor yang tersebar luas di seluruh wilayah Aceh, melalui program Lakupandai ActionLInk, dan Gerai UMKM Bank Aceh di sejumlah daerah, kami ingin lebih dekat dengan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan transaksi,” ujarnya.
Saat ini tambahnya, Agen ActionLink telah mencapai 2.304 agen yang tersebar di wilayah kerja Bank Aceh.
“Akselerasi agen sangat pesat. Pencapaian ini diperoleh hanya dalam waktu 3 bulan terakhir semenjak ActionLink diluncurkan,” ujar Muhammad Syah
Kehadiran dua layanan yang melibatkan partisipasi pelaku UMKM tersebut diakatakannya, untuk memperkuat 195 jaringan kantor Bank Aceh yang tersebar di seluruh wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Jakarta.
Muhammad Syah juga menghimbau agar kiranya masyarakat lebih bijak dalam menyikapi penawaran pinjol yang memberikan kemudahan di awal namun risiko yang ditimbulkan di kemudian hari sangat merugikan masyarakat yang memanfaatkan pinjol tersebut.
“Sebagai Bank milik masyarakat Aceh yang menjalankan fungsi intermediasi secara syariah dan diawasi oleh OJK, kami mengajak kepada seluruh masyarakat Aceh agar dapat menggunakan fasilitas pembiayaan Bank Aceh untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan,” ujarnya.
Selain itu menurutnya, Bank Aceh juga akan terus melakukan pengembangan produk sehingga memudahkan masyarakat untuk mengakses pembiayaan di Bank Aceh dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Lebih kanjut ditambahkan, Pembiayaan KUR yang di salurkan oleh Bank Aceh hingga awal Juli 2023 telah mencapai Rp. 361 Miliar dari alokasi yang di peruntukkan Bank Aceh sebesar Rp. 510 Miliar di tahun ini.
“Pencairan KUR akan terus kami optimalkan sehingga dapat memperkuat sektor UMKM yang ada di Aceh. Begitupun, melalui KUR ini diharapakan dapat menciptakan ekosistem dari hulu ke hilir terhadapseluruh potensi ekonomi lokal yang dimiliki oleh Aceh,” ujarnya.
Ditambahkan Muhammad Syah, fasilitas Pembiyaan KUR Bank Aceh Syariah memberikan margin atau imbal bagi hasil yang sangat memudahkan masyarakat, yakni dengan rate 3 hingga 6%. Jauh di bawah pinjol.
“Syarat pengajuan juga cukup mudah. Dan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat yang belum pernah menikmati fasilitas pembiayaan dari Bank,” ujarnya. (Rill/CR).