JAKARTA – Pemerintah saat ini sedang merumuskan aturan terkait dana pensiun wajib bagi pekerja di Indonesia. Hal ini berarti, para pekerja swasta nantinya akan diwajibkan untuk membayar iuran tambahan untuk dana pensiun, di luar Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK, menyatakan bahwa aturan tersebut akan dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan kemudian akan dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan OJK (POJK).
Penyelenggaraannya dapat dilakukan melalui Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
“Pekerja yang memiliki pendapatan di atas ambang tertentu akan diminta untuk membayar iuran pensiun tambahan secara sukarela namun bersifat wajib,” kata Ogi dalam acara HUT ADPI ke-39 di Jakarta pada Selasa (3/9/2024).
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan rasio penggantian, yakni perbandingan antara pendapatan saat pensiun dengan gaji yang diterima saat masih bekerja. Saat ini, rasio penggantian di Indonesia masih berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Sebelumnya, OJK menargetkan agar perlindungan pensiun yang diterima masyarakat dapat mencapai 40% dari penghasilan terakhir. Namun, hingga kini, cakupan proteksinya baru mencapai 20%.
“Sedang disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menetapkan besaran penghasilan yang akan dikenakan iuran pensiun tambahan. Pelaksanaannya bisa dilakukan secara kompetitif melalui DPPK atau BPJS TK, meskipun tampaknya akan lebih diarahkan ke DPPK,” jelas Ogi.
Selain itu, cakupan Jaminan Sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan juga akan diperluas. Saat ini, proteksi Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun di BPJS Ketenagakerjaan mencapai 8,7% dari penghasilan terakhir.
“Proteksi ini akan ditingkatkan hingga 40%, sehingga manfaat pensiun nantinya bisa mencapai 40% dari penghasilan terakhir. Aturan ini akan berlaku mulai Januari 2025, dan OJK akan mengeluarkan peraturan turunan untuk pelaksanaannya,” tambahnya.
Nasib Pemotongan Gaji Pekerja
Sebagai informasi tambahan, pekerja kelas menengah juga harus bersiap menghadapi potongan gaji untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan rencana asuransi wajib kendaraan bermotor.
Skema Tapera mengharuskan pekerja menyisihkan 2,5% dari penghasilannya, sementara pemberi kerja wajib menyumbang 0,5%.
Meskipun demikian, manfaat dari Tapera terutama akan dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bagi mereka yang tidak termasuk dalam kategori MBR, akan berperan sebagai ‘penabung mulia’ yang hasil tabungannya dapat dinikmati saat pensiun atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sedangkan untuk asuransi wajib kendaraan bermotor, dikenal dengan istilah asuransi third party liabilities. Asuransi ini dibeli oleh pemilik kendaraan untuk melindungi pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat kecelakaan.
Jika seseorang menabrak kendaraan lain dan menyebabkan kerusakan, maka korban bisa mendapatkan kompensasi melalui klaim asuransi TPL tersebut.
Meskipun besaran iuran wajibnya belum diumumkan secara resmi, Wakil Ketua Bidang Teknik 3 AAUI, Wayan Pariama, pernah mengungkapkan bahwa premi asuransi tersebut diperkirakan sebesar Rp300 ribu per tahun. Menurutnya, nominal tersebut tidak akan terlalu membebani masyarakat.
“Jika asuransi ini diwajibkan, mungkin ada yang merasa ini menjadi beban tambahan. Namun, ini berlaku bagi mereka yang mampu membeli mobil. Masa asuransi dengan premi Rp300 ribuan tidak mampu dibayar?” ungkap Wayan dalam sebuah konferensi pers Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) beberapa waktu lalu.
Sebagai gambaran, tarif asuransi mobil biasanya berkisar 1% dari nilai pertanggungan untuk perlindungan hingga Rp100 juta. Tarif akan semakin murah jika jumlah pertanggungan yang dipilih lebih besar. ***