JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Indonesia diperkirakan akan memperoleh manfaat besar dari hilirisasi nikel domestik.
Hingga akhir 2024, nilai ekspor hasil hilirisasi tersebut diproyeksikan mencapai US$ 40 miliar atau setara dengan Rp 637,41 triliun (kurs Rp 15.935 per US$).
“Pada tahun 2024, data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa nilai ekspor hilirisasi nikel kita hampir menyentuh angka US$ 38-40 miliar. Ini sebuah capaian luar biasa,” ujarnya dalam acara Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun 2023, di mana ekspor nikel tercatat sebesar US$ 34 miliar atau setara dengan Rp 541,81 triliun.
“Pada 2023, nilai ekspor kita sekitar US$ 34 miliar,” tambah Bahlil.
Jika menengok kembali ke tahun 2018-2019, sebelum program hilirisasi dijalankan secara masif, ekspor nikel Indonesia hanya mencapai US$ 3,3 miliar atau sekitar Rp 52,58 triliun.
“Dulu, ketika saya masih di Kementerian Investasi, ekspor kita pada 2017-2018 hanya sekitar US$ 3,3 miliar,” jelasnya.
Selain itu, Bahlil menyoroti posisi Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Geologi Amerika Serikat, cadangan nikel Indonesia saat ini menyumbang 40% dari total cadangan global, meningkat tajam dari 23% pada tahun 2022.
“Kita memiliki sumber daya alam yang sangat luar biasa. Pada 2022, data menunjukkan cadangan nikel kita hanya 22-23% dari total dunia. Namun, akhir 2023, data Badan Geologi Amerika menyebutkan bahwa 40-42% cadangan nikel dunia ada di Indonesia,” ungkapnya.
Menurut Kementerian ESDM, Indonesia memiliki cadangan bijih nikel terbesar dengan kontribusi sebesar 42,1% terhadap cadangan dunia. Diikuti oleh Australia (18,4%), Brasil (12,2%), Rusia (6,4%), Kaledonia Baru (5,4%), Filipina (3,7%), dan Tiongkok (3,2%). (*)
Sumber: CNBC Indonesia