Kejati Aceh Tetapkan 4 Tersangka Kasus Pemiliharaan Jalan di Kabupaten Pidie

Daerah49 Dilihat

BANDA ACEH – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pemeliharaan, rehabilitasi, dan peningkatan kapasitas Jalan Leuen Tanjong-Seukeumbrok di Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, S.H., menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan pada 5 Desember 2024, setelah melalui pemeriksaan saksi, ahli, serta analisis barang bukti.

“Berdasarkan audit, kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp677.709.730,40,” kata Ali Rasab Lubis.

Empat tersangka tersebut adalah BC selaku Pengguna Anggaran di Dinas PUPR Pidie, RD sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan, MF dari CV. Rajawali Citra Utama sebagai kontraktor, serta FS dari CV. Beinjohn Consultant sebagai konsultan pengawas.

“Penyelidikan mengungkap adanya pelanggaran aturan dalam pelaksanaan proyek, mulai dari pengadaan barang hingga pengerjaan yang tidak sesuai spesifikasi,” ujarnya menambahkan.

Proyek jalan sepanjang 2.550 meter tersebut menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp6.021.000.000,00 dengan kontrak kerja sebesar Rp5.960.000.000,00.

Pekerjaan dilakukan oleh CV. Rajawali Citra Utama dan diawasi oleh CV. Beinjohn Consultant. Berdasarkan laporan, proyek ini dinyatakan selesai pada 5 September 2022.

Namun, kerusakan jalan mulai terlihat selama masa pemeliharaan. Aspal mengalami retakan dan penurunan kualitas akibat penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi.

Penyidikan juga menemukan bahwa pengawasan tidak dilakukan secara optimal, meskipun pembayaran telah dilakukan sepenuhnya tanpa adanya verifikasi kelayakan pekerjaan.

“Ahli dari Politeknik Lhokseumawe menemukan bahwa volume material tidak sesuai kontrak, sehingga menyebabkan kerusakan dini,” ungkap Ali Rasab Lubis.

Keempat tersangka diduga melanggar berbagai ketentuan, termasuk UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Pelanggaran tersebut meliputi pengelolaan dana yang tidak transparan, pembayaran yang tidak sesuai prosedur, dan lemahnya pengawasan selama pelaksanaan proyek.

Menurut Ali, penetapan tersangka dilakukan berdasarkan minimal dua alat bukti, sesuai Pasal 184 KUHAP.

“Proses hukum akan terus berlanjut, dan para tersangka harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka,” tegasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *