JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan tentang ancaman yang mungkin terjadi selama musim kemarau di Indonesia.
BMKG mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan, terutama saat matahari berada pada puncak teriknya, yaitu antara pukul 11.00-15.00.
BMKG juga menyarankan agar masyarakat melindungi diri dari paparan sinar matahari langsung dan memastikan asupan cairan yang cukup untuk menghindari dehidrasi serta kondisi kesehatan lainnya.
Informasi ini disampaikan melalui rilis Prospek Cuaca Mingguan periode 19-25 Juli 2024, yang dipublikasikan pada hari ini, Rabu (18/7/2024), di situs resmi BMKG.
BMKG memperingatkan kondisi siaga musim kemarau, khususnya di wilayah selatan Indonesia yang saat ini masih mengalami musim kemarau.
“Selama tiga hari terakhir, cuaca cerah mendominasi hampir seluruh wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, bagian selatan Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi,” tulis BMKG.
“Siaga musim kemarau. Udara dingin dan angin kencang mengancam,” tambah BMKG.
Penyebab Suhu Dingin Saat Musim Kemarau
BMKG menjelaskan bahwa angin yang dominan berasal dari timur membawa massa udara kering dan dingin dari Australia ke Indonesia. Hal ini menyebabkan minimnya pertumbuhan awan.
“Kondisi ini membuat langit cerah sepanjang hari. Kurangnya awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari bumi terpancar langsung ke atmosfer tanpa hambatan, sehingga suhu turun drastis,” jelas BMKG.
Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, menyebabkan udara dingin terperangkap di permukaan bumi.
“Daerah pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembaban yang lebih rendah. Fenomena ini umum terjadi di Indonesia selama musim kemarau,” terang BMKG.
BMKG juga memprediksi bahwa cuaca cerah hingga berawan akan mendominasi wilayah selatan Indonesia dalam sepekan ke depan.
Namun, BMKG menambahkan bahwa masih ada potensi hujan dengan intensitas signifikan di beberapa wilayah Indonesia dalam sepekan ke depan.
Disebabkan oleh kombinasi fenomena cuaca seperti gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial dan gelombang Kelvin, tekanan rendah, intrusi udara, kecepatan angin, serta labilitas lokal yang kuat. ***
Sumber: CNBC Indonesia