BANDA ACEH – Upaya penurunan angka stunting di provinsi Aceh mendapat perhatian serius dari berbagai unsur terkait. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyatakan di Aceh sangat mungkin dibuat program khusus untuk mengatasi stunting sebagai konvergensi dari program yang ada di BKKBN.
Hal itu disampaikan Hasto usai pengukuhan Safrina Salim, SKM, M.Kes sebagai Kepala Perwakilan BKKBN provinsi Aceh oleh Pj. Gubernur Aceh Achmad Marzuki di Meuligoe Gubernur Aceh, Senin, (11/9/2023). Hasto menekankan pentingnya perhatian serius untuk menurunkan angka stunting di Aceh yang masih tergolong tinggi.
“Saya kira sangat bisa ya. Karena sebetulnya sumber dayanya ada. Jadi Misalnya di BKKBN punya program DASHAT (dapur sehati untuk atasi stanting),” kata Hasto saat menjawab wartawan terkait apakah bisa dibuat program khusus di Aceh untuk mengatasi dan menurunkan angka stunting.
Dikatakannya, Dapur Sehat yang sudah diprogramkan tersebut, sumber logistiknya (makanannya) dibeli dari Dana Desa. Kalau misalnya Dana Desa kurang maka bisa dari Dana Alokasi Khusus (DAK). “Itukan bisa untuk beli makanan lokal kemudian dimasak di DASHAT lalu dibagi kepada anak-anak yang stanting,” ungkapnya.
Untuk mendukung aktifitas di lapangan, maka bisa saja di bantu bidan di desa atau puskesmas maupun pihak terkait untuk penyaluran kepada sasaran.
Hasto Wardoyo mengungkapkan, bahwa sebetulnya upaya mengatasi stunting ini sudah memiliki struktur yang lengkap, anggaran yang ada dengan regulasi yang sudah ada pula. “Jadi Sebetulnya sangat mungkin dengan cara seperti itu,” katanya.
Kepala BKKBN RI Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyerahkan cenderamata kepada Pj. Gubernur Aceh Achmad Marzuki, usai pengukuhan Safrina Salim, SKM, M.Kes sebagai Kepala Perwakilan BKKBN provinsi Aceh di Meuligoe Gubernur Aceh, Senin, (11/9/2023). (analisisnews.com/barlian)
Pihaknya optimis, angka stunting di Aceh akan turun hingga dibawah 20 persen. Seperti diketahui, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukan bahwa prevalensi stunting di Aceh tahun 2022 turun dua digit dari tahun sebelumnya yaitu pada 2021, angka stunting Aceh berada pada angka 33, 2% dan turun menjadi 31,2 %.
Meskipun di beberapa daerah di Aceh masih ada yang tinggi angka stunting, namun Kepala BKKBN RI optimis bahwa dengan keseriusan BKKBN Bersama pemerintah di daerah, maka angka stunting di Aceh dapat turun sesuai dengan target yakni dibawah 20 persen.
Perlu Aksi dan Terstruktur
Dalam rangka mengimplementasikan program, Hasto Wardoyo juga berpesan bahwa perlunya program strategis yang tidak banyak kegiatan tapi banyak aksi yang terstruktur. “Jadi begini, harus strategis ya (programnya) jangan banyak kegiatan tetapi gak strategis. Jadi kadang-kadang ya dengan aksi, tapi aksi nya itu terstruktur, terkoordinasi,” harapnya.
Pada kesempatan itu, Hasto juga pentingnya usia pernikahan bagi remaja itu benar-benar matang, sehingga benar-benar siap berkeluarga dan pada akhirnya akan melahirkan anak yang berkualitas dan terhindar dari stunting. Selain itu, pengaturan jarak kelahiran juga perlu diperhatikan.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Aceh Safrina Salim, SKM, M.Kes mengatakan, perlu kerja keras dan perhatian yang sungguh-sungguh untuk menurunkan angka stunting di Aceh. “Angka stunting Aceh saat ini masih diposisi 31,2 persen. Nah ini sangat miris memang kalau dilihat dari angka stanting Indonesia,” katanya.
Safrina menegaskan, akan banyak Langkah strategis yang sebenarnya harus jalankan terutama seperti peran program Bapak Asuh Atasi Stanting (BAAS) yang sudah berjalan. “Sebenarnya sangat sederhana. Upaya berdonasi dengan bersedekah, untuk setiap satu anak lima puluh ribu cukup sebulan. Karena wajib memberikan dua butir telur satu hari,” katanya.
Diungkapkannya, pengalaman dalam berdonasi sebagai Kakak Asuh, Ibu Asuh maupun Bunda Asuh Stunting itu selama beberapa bulan dan dijalankan di sejumlah provinsi, dinilai sangat berpengaruh drastis dalam penurunan angka stunting.
Intervensi stunting harus dilakukan secara bersama baik itu PKK, Dinas Kesehatan, BKKBN yang mempunyai peran masing-masing. “Jadi tidak ada istilah peran ganda, terutama untuk pemberian makanan tambahan,” ujar mantan Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN RI itu.
Dikatakannya, BKKBN memiliki anggaran untuk edukasi dan untuk pendampingan. Sementara kalau anggaran-anggaran untuk langsung ke sasaran seperti anak dan pemberian makanan tambahan, anggarannya memang di dinas kesehatan atau sosial.
Safrina Salim yang baru beberapa hari dilantik sebagai Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, sudah beraudensi dengan Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong, maupun dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk penerapan program.
Bahkan, katanya Badan Perencanaan Pembangaunan Daerah (BAPPEDA) Aceh telah memberi dukungan kepada BKKBN dalam hal penurunan angka stunting. “Jadi kemarin, ada masukan dari ibu Pj Gubernur (Ketua PKK Aceh) yang sudah antusias turun ke lapangan langsung melihat sasaran, nah saya selaku kepala BKKBN Aceh sudah siap untuk untuk bersama-sama agar stunting ini bisa turun drastis,” katanya.
Dikatakan juga, kini sedang menjalankan survei Kesehatan. “Kita bersama dinas-dinas terkait yang lain, ini sudah membuat suatu pemahaman. Artinya kita menjadi satu tim kapan pun kita siap berdiskusi beraudiensi dan saling berkoordinasi nanti bagaimana inplementasi langsung ke sasaran,” ungkapnya.
Dukungan Pj. Gubernur Aceh, katanya, menjadi suatu kekuatan. “Dengan pak gubernur, kita ini menjadi satu tim. Pak gubernur meintruksikan nanti kita membuat surat edaran, karena anggaran-anggaran di pusat itu kan langsung turun ke kabupaten/kota,” katanya.
Kemudian, seperti di BKKBN itu ada anggaran yang namanya Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB), lalu di dinas kesehatan itu ada anggaran Bantuan Operasinal Kesehatan (BOK) yang langsung di puskesmas. “Nah nanti ada kekuatan dari pak gubernur membuat suatu edaran bagaimana kita memonitor supaya mereka distribusi anggaran itu tepat sasaran,” katanya.
Sebagai satu tim, kata Safrina, pihaknya bersama instansi terkait sama-sama dalam membina dan sama-sama memberi inplementasi yang tepat sasaran.
Seperti diketahui, salah satu program di Aceh yang dinilai bagus dalam pencegahan dan penurunan angka stunting yaitu Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh (GISA). Lalu diperkuat dengan Rumah Gizi Gampong. Hal ini merupakan salah satu inovasi yang baik.
“Nah sekarang bagaimana itu kita perkuat, sehingga semua kabupaten kota untuk menggagas yang namanya Rumah Gizi Gampong. Di program BKKBN ada DASHAT, rumah gizi gampong itu rumahnya dan DASHAT itu adalah dapurnya, ya dapur menu-menu atasi stanting. Saya pikir itu satu kolaborasi yang sangat bagus,” tutupnya. (mel)